MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING (QT)

Diposting oleh Unknown on Kamis, 28 Juni 2012

I. PENDAHULUAN
Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia telah lama dilakukan. Dalam setiap GBHN, Rencana Pembangunan Nasional Lima Tahunan dan Rencana Strategis Pendidikan Nasional selalu tercantum bahwa peningkatan mutu merupakan salah satu prioritas pembangunan di bidang pendidikan. Berbagai inovasi dan program pendidikan juga telah dilaksanakan, antara lain penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku ajar dan buku referensi lainnya, peningkatan mutu guru dan tenaga kependidikan lainnya melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi pendidikan mereka, peningkatan manajemen pendidikan serta pengadaan fasilitas pendidikan lainnya.
Sementara itu berbagai indikator menunjukkan bahwa mutu pendidikan masih belum meningkat secara signifikan. Dari dalam negeri diketahui bahwa nilai ujian akhir SD dan Sekolah Menengah rata-rata relatif rendah dan tidak mengalami peningkatan yang berarti. Dari dunia usaha juga muncul keluhan bahwa bahwa lulusan yang memasuki dunia kerja belum memiliki kesiapan kerja yang cukup. Ketidakpuasan berjenjang juga terjadi, kalangan SMP merasa bekal lulusan SD kurang memadai untuk memasuki SMP. Kalangan Sekolah Menengah merasakan bahwa lulusan SMP tidak siap mengikuti pembelajaran di Sekolah Menengah, dan kalangan perguruan tinggi merasa bekal lulusan Sekolah Menengah belum cukup untuk mengikuti perkuliahan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan adalah kualitas guru. Kompetensi guru bahkan merupakan faktor dominan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar (PBM) yang efektif, disamping faktor motivasi siswa dan sarana pembelajaran. Kompetensi guru meliputi : (1) Penguasaan Akademik ;    (2) Pengelolaan Pembelajaran; dan (3) Pengembangan Profesi (Ditendik, 2003).
Sehubungan dengan tuntutan kompetensi guru, maka setiap guru harus mampu mengembangkan berbagai metode pembelajaran berikut merancang model-model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi kelas dan potensi siswa, agar proses pembelajaran berlangsung efektif. Seperti yang diamanatkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (2003), pasal 40 ayat (2) : Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban : menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis.

1. Pendekatan Kontekstual
Ada kecenderungan dewasa ini untuk mengembangkan model-model pembelajaran yang berlandaskan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak              ‘ mengalami ‘ apa yang dipelajarinya, bukan sekedar ‘ mengetahui ‘-nya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi ‘ mengingat ‘ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dan itulah, yang terjadi di kelas-kelas sekolah kita.
   Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL) merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang telah dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. CTL diharapkan menjadikan hasil pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa ‘bekerja’ dan ‘mengalami‘, bukan merupakan transfer pengetahuan guru kepada siswa. Sebagaimana yang dirumuskan oleh UNESCO tentang  ‘Empat Pilar Pendidikan’ (The Four Pilars of Education), dua pilar diantaranya sebagai berikut : (1) Belajar mengetahui (Learning to know); (2) Belajar melakukan (Learning to do)
    Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti ‘apa makna belajar’, ‘apa manfaatnya’ dan ‘bagaimana mencapainya’. Dengan begitu siswa akan sadar bahwa apa yang mereka pelajari akan berguna dalam hidupnya kelak. Sehingga mereka termotivasi untuk mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya untuk menggapainya. Dalam hal ini, guru berperan sebagai pengarah, pembimbing atau sebagai fasilitator. Tugas guru sebagai fasilitator adalah membantu siswa untuk mencapai tujuan belajarnya. Maksudnya, guru lebih  banyak berurusan dengan strategi mengajar dari pada memberi informasi. Lebih jelasnya, tugas guru adalah mengelola kelas sebagai suatu tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa).  Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan cara ‘ menemukan sendiri ‘, bukan dari ‘ apa kata guru ‘.

2. Iklim Kelas (Classroom Climate) dan Komunitas Belajar (Learning Commu-nity)
   Dalam proses sekolah, yang penting bukan ‘apa’ materi yang diajarkan ataupun siapa yang mengajarkan, melainkan bagaimana materi tersebut diajarkan. Bagaimana guru mengajarkan materi tersebut menimbulkan apa yang disebut iklim kelas (classroom climate) dan komunitas belajar (learning community) Iklim kelas yang terbuka dan menyenangkan sangat kondusif untuk mensosialisasikan nilai-nilai demokrasi, sebab dalam iklim semacam itu suasana kelas akan bersifat demokratis sehingga proses pembelajaran akan dinamis (Zamroni, 2003)
   Sedangkan iklim kelas yang dinamis dan terbuka menciptakan komunitas belajar yang produktif. Kebersamaan anggota kelas dalam mencapai tujuan pembelajaran dapat meningkatkan efektifitas proses belajar mengajar (Nasution, 2000)
   Persoalannya adalah, bagaimana guru merancang pengelolaan kelas dan memilih strategi yang tepat dalam proses pembelajaran, agar iklim kelas dan komunitas belajar dapat tercipta pada saat guru menyajikan suatu topik materi pembelajaran. Juga perlu dipertimbangkan karakteristik, kondisi kelas yang dihadapi termasuk potensi anggota kelas (siswa) yang tentu beragam.
   Perbedaan potensi siswa, dapat diatasi dengan alternatif model-model pembelajaran, metode dan pendekatan pembelajaran yang menyenangkan. Banyak konsep dan beberapa model pembelajaran yang revolusioner dalam rangka menjajagi pertanyaan : “ Learning how to learn ?” yang berpijak pada kondisi psikologis dan karakter otak siswa (manusia).
    Pembahasan tentang pengembangan metodologi pembelajaran yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis dengan pendekatan Quantum Teaching berbasis kompetensi terkait dengan teori-teori belajar, misalnya Belajar Bermakna (Ausuble) dan Konstruktivisme (Piaget). Quantum Teaching (QT) sebagai metode dalam proses pembelajaran sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut, karena metode ini memiliki kelebihan-kelebihan dibanding metode pembelajaran yang telah dikenal sebelumnya. Kelebihan QT antara lain, cocok untuk semua mata pelajaran, dapat diterapkan kepada pembelajar dari usia 9 sampai 24 tahun, juga dapat meningkatkan daya serap siswa secara dramatis asal suasana kelas yang ada telah dikondisikan seperti yang disarankan.
 Quantum Teaching dirancang untuk membantu guru dalam melaksanakan proses pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip Belajar Menyenangkan (Quantum Learning). Untuk mengiringi QT dan penerapannya di kelas, disarankan pula menggunakan model-model pembelajaran Cooperative Learning (misalnya type STAD, TGT dan Jigsaw) agar kompetensi yang dicapai siswa optimal, kreatifitas  siswa meningkat, suasana belajar demokratis dan dinamis. Namun demikian masih banyak cara dan bentuk pembelajaran menyenangkan dalam rangka percepatan belajar (Accelerated Learning) bagi para siswa.
  
II.BELAJAR BERMAKNA DAN SISTEM PEMROSESAN INFORMASI
   1. Belajar Bermakna
    Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi seperti yang ditampilkan bagan di bawah ini :
 
         Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi ke dua, menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif yaitu fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generelisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.
            Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat di komunikasi kan pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi dalam bentuk final, maupun dengan bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan.
            Pada tingkat ke dua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan (berupa konsep-konsep atau lainnya) yang telah dimilikinya. Dalam hal ini siswa telah mengalami belajar bermakna. Namun, siswa juga dapat hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru itu tanpa menghubungkan pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya. Dalam hal ini, siswa belajar hafalan.
            Penerapan belajar bermakna yang sederhana oleh siswa dapat dilakukan dengan menggambarkan atau menyusun peta pikiran (mind mapping) setelah mereka mengikuti proses pembelajaran sebagai penguatan (reinforcement) atau review.

2. Teori Konstruktivisme (Constructivism)

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofis) pendekatan konsep dalam pembelajaran, bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperoleh melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak datang sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat, melainkan manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Konstruktivisme juga sangat cocok sebagai landasan filosofis pendekatan kontekstual (CTL)
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa sendiri yang harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruksivisme adalah ide, bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses ‘mengkonstruksi’ bukan ‘menerima’ pengetahuan.  Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.
Landasan berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektivis, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Menurut pandangan konstruktivis, ‘strategi memperoleh’ lebih diutamakan bukan ‘seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat’ pengetahuan.  Dalam hal ini, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan :
  • menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa
  • memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan sendiri idenya, dan 
  • menyadarkan siswa agar dapat menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar
Pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila selalu diuji dengan pe-ngalaman baru. Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang masing-masing kotak berisi informasi yang bermakna berbeda-beda. Pengalaman sama bagi beberapa orang akan dimaknai berbeda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam kotak yang berbeda. Setiap pengalaman baru dihubungkan dengan kotak-kotak (struktur kognitif) dalam otak manusia tersebut.
Struktur kognisi dikembangkan dalam otak manusia melalui dua cara, yaitu asimilasi atau akomodasi. Asimilasi, maksudnya struktur kognisi yang sudah ada dimodifikasi untuk menampung dan menyesuaikan dengan hadirnya pe-ngalaman baru. Untuk lebih jelasnya, lihat Gambar 2
Lalu, , bagaimanakah penerapannya di kelas ?
Bagaimanakah cara merealisasikannya pada kelas-kelas di sekolah kita ?
Pada umumnya, guru sudah menerapkan filosofi ini dalam pembelajaran sehari-hari, yaitu pada waktu guru merancang pembelajaran dalam bentuk siswa bekerja, siswa praktik mengerjakan sesuatu, berlatih secara fisik, menulis karangan, mendemonstrasikan, menciptakan ide dan sebagainya. Oleh sebab itu, mari kita kembangkan cara-cara tersebut lebih banyak lagi.

   2. Sistem Pemrosesan Informasi

Model pemrosesan informasi yang dikemukakan oleh para ahli psikologi kognitif menggambarkan proses mental sebagai transformasi informasi dari stimulus (input) ke respons (output), seperti yang diperlihatkan gambar 3 berikut ini: 

 

Reseptor menerima sinyal-sinyal dari lingkungan (suara, gambar, sentuhan, dll). Kemudian reseptor mengirimkan sinyal dalam bentuk impuls-impuls elektrokimia ke otak. Impuls-impuls saraf dari reseptor diteruskan ke registor penginderaan di dalam sistem saraf pusat dan disimpan selama waktu yang sangat singkat. Seluruh informasi yang masuk sebagian kecil disimpan ke dalam memori jangka pendek, sedangkan yang lain sebagian besar hilang dari sistem. Proses ini disebut persepsi selektif. Memori  jangka pendek dapat disamakan dengan kesadaran. Contoh ketika kita mencari nomor telepon, setelah menemukan kemudian menekan angka pesawat telepon. Kapasitas memori jangka pendek terbatas, sehingga implikasinya penting sekali bagi pengajaran atau instruksi pada umumnya. Memori jangka pendek disebut juga memori kerja.
Informasi dalam memori kerja kemudian dikode (coding), selanjutnya disimpan ke dalam memori jangka panjang. Pengkodean (coding) merupakan suatu proses transformasi informasi baru yang diintegrasikan pada informasi lama dengan berbagai cara. Memori jangka panjang menyimpan informasi yang akan digunakan di kemudian hari. 
Informasi yang disimpan di memori jangka panjang, bila akan digunakan harus dipanggil melalui generator respons. Dalam pikiran sadar, informasi mengalir dari memori jangka panjang ke memori jangka pendek, kemudian ke generator respons. Tetapi untuk respons otomatis, informasi dari memori jangka panjang mengalir langsung ke genator respons selama pemanggilan.
Generator respons mengatur urutan respons dan memicu efektor-efektor berupa saraf-saraf motorik. Aliran informasi dalam sistem manusia diatur oleh harapan dan kontrol eksekutif (norma, hukum, nilai, etika, dll.).
Setelah kita memahami sistem pemrosesan informasi, diharapkan guru menyadari dan mengupayakan bagaimana cara menyajikan informasi agar dapat disimpan ke dalam memori jangka panjang siswa semudah mungkin.  

III.  METODEPEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING
     Quantum Teaching (QT) pertama kali diterapkan di SuperCamp, yaitu sebuah program percepatan Quantum Learning oleh Learning Forum pimpinan Bobbi DePorter sang penemu QT. Learning Forum adalah suatu perusahaan pendidikan internasional yang menekankan kecakapan akademis dan kecakapan pribadi.
   Hasil survei J.V. Groenendal (1991) terhadap 6.042 orang alumni program SuperCamp berusia 12 – 22 tahun menyatakan bahwa : SuperCamp mampu :
·         68 % meningkatkan motivasi
·         73 % meningkatkan nilai belajar
·         83 % meningkatkan rasa percaya diri
·         94 % meningkatkan harga diri
·         98 % melanjutkan penggunaan keterampilan.
Di dalam program SuperCamp, peserta memperoleh kiat-kiat untuk mencatat, menghafal, membaca cepat, menulis, berkreasi,, berkomunikasi dan membina hubungan.
Metode dan model pembelajaran QT mulai dikenal di Indonesia pada tahun 1999 setelah sebelumnya dikenal tentang Quantum Learning.
Apakah Quantum Teaching itu ?
    QT adalah suatu metode pembelajaran yang memadukan unsur seni dan pencapaian tujuan yang terarah. QT berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas dan interaksi yang membangun landasan dan kerangka untuk belajar bagi siswa. Quantumartinya interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Jadi Quantum Teachingdapat diartikan perpaduan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar siswa. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi ‘ cahaya ’ yang akan bermanfaat bagi diri siswa dan bagi orang lain. QT adalah suatu metode percepatan belajar, karena metode ini mampu menyingkirkan hambatan yang menghalangi proses belajar alamiah siswa dengan menggunakan musik, mendisain lingkungan, men-
disain bahan pengajaran yang sesuai, cara menyajikan yang efektif dan mendisain
siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
QT mencakup petunjuk spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif, merancang kurikulum, menyampaikan isi dan memudahkan proses belajar.
Dengan kata lain QT memfasilitasi proses belajar siswa yang ‘ mudah ‘ dan‘ menyenangkan ‘ (Quantum Learning) dan alamiah.

1. Azas Utama QT
   QT berpijak pada prinsip : Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka. Strategi, model dan segala hal yang berkaitan dengan QT- setiap interaksi dengan siswa, setiap rancangan kurikulum dan setiap metode interaksional dibangun di atas prinsip : Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka.
Perhatikan gambar 4 berikut ini: 
Maksudnya, kita memasuki dunia mereka (siswa). Setelah kita memasuki dunia mereka, kita akan mudah me-mimpin, menuntun dan memudahkan perjalanan mereka menuju kesadaran dan ilmu pengetahuan yang lebih luas. Caranya, dengan mengaitkan apa yang guru ajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan di rumah, sosial, olah raga, musik, seni, rekreasi atau akademik mereka (siswa). Setelah kaitan itu terbentuk, barulah dunia mereka dibawa ke dunia kita, dan memberi mereka pemahaman kita tentang isi dunia. Pada fase ini mulai dikenal kosa-kosa kata baru (istilah) , model mental, rumus dan lain-lain. Setelah menjelajahi kaitan dan berinteraksi, baik siswa maupun guru mendapatkan pemahaman baru dan ‘ Dunia Kita ‘ dapat diperluas mencakup tidak hanya para siswa, tetapi juga guru. Akhirnya, dengan pengertian yang lebih luas dan penguasaan lebih mendalam ini, siswa dapat membawa apa yang mereka pelajari ke dalam dunia mereka dan menerapkannya pada situasi baru. Dengan demikian pembelajaran berlangsung dinamis.

2. Prinsip Quantum Teaching,
  Dalam menerapkan QT di kelas, guru harus memahami prinsip-prinsip QT sebagai berikut :
  1. Segalanya bicara ;
Semua yang berada di lingkungan kelas, termasuk lembaran-lembaran kertas yang dibagikan kepada siswa, rancangan pelajaran bahkan bahasa tubuh guru semuanya mengirimkan pesan tentang belajar.
  1. Segalanya bertujuan ;
Semua yang terjadi dalam ‘ orkestra ‘ pengajaran guru pastikan mempunyai tujuan.
  1. Pengalaman sebelum Memberi Nama ;
Otak siswa akan berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks sehingga akan memicu rasa ingin tahu. Oleh karena itu, proses belajar paling baik terjadi pada saat siswa telah ‘mengalami’ informasi sebelum siswa memperoleh ‘nama’ untuk apa yang mereka pelajari
  1. Akui setiap Usaha ;
Belajar adalah resiko, maksudnya siswa yang sedang belajar berarti siswa melangkah keluar dari kenyamanan. Oleh karena itu, pada saat mengambil langkah ini, mereka layak mendapat ‘ pengakuan ‘ atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka
  1. Jika layak dipelajari, maka layak untuk Dirayakan ;
Perayaan merupakan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar. Perayaan dapat menguatkan pemahaman (reinforcement) siswa terhadap apa yang baru dipelajari.

3. Model Quantum Teaching,
  Model QT yang dikembangkan di bagi menjadi dua bagian, yaitu :
(1) Bagian konteks, (2) Bagian isi.
Pada bagian konteks, QT diperlukan untuk menciptakan :
  1. Suasana yang memberdayakan ;
Suasana kelas mencakup bahasa pengantar yang digunakan guru, cara guru menjalin rasa simpati dengan siswa, sikap guru terhadap sekolah dan belajar. Suasana yang menggembirakan akan membawa suasana belajar yang menyenangkan.
  1. Landasan  yang kukuh ;
Landasan merupakan kerangka kerja guru : tujuan, keyakinan, kesepakatan, kebijakan, prosedur dan aturan bersama yang menjadi pedoman bersama guru dan siswa untuk bekerjasama di dalam komunitas belajar.
  1. Lingkungan yang mendukung ;
Lingkungan adalah cara guru menata (setting) ruang kelas, meliputi pencahayaan, warna dinding/ ruangan, formasi meja kursi, tanaman hias, jenis musik pilihan dan semua hal yang mendukung proses belajar.
  1. Rancangan belajar yang dinamis ;
Merancang pembelajaran dengan memasukkan unsur-unsur penting yang dapat menumbuhkan minat belajar siswa, mendalami makna dan memperbaiki proses tukar menukar informasi. Dalam konteks QT, guru dapat merancang pengajaran yang dikenal dengan akronim TANDUR(Tumbuhkan,Alami,Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan)
 Jika keempat aspek konteks tersebut dipenuhi, maka akan tercipta rasa saling memiliki dan saling menghargai dalam komunitas belajar, sehingga kelas menjadi tempat komunitas belajar yang menyenangkan. Siswa masuk kelas akan merasa senang bukan karena terpaksa.
Sedangkan bagian isi, QT membantu guru meningkatkan keterampilan dalam penyajian materi pembelajaran, meliputi :
  1. Penyajian yang prima (transfer expert)
Ada tujuh pedoman agar penyajian sukses :
    1. Pahami apa yang anda inginkan, meliputi tujuan kognitif, afektif dan psikomotorik untuk setiap kegiatan
    2. Binalah jalinan dengan siswa. Tempatkan diri anda sebagai pelayan siswa, sehingga dapat mengenal siswa lebih dekat. Guru harus memahami latar belakang, minat, kegagalan dan kesuksesan yang pernah dialami siswa masa lalu. Hal ini dapat meningkatkan kredibilitas guru di mata siswa, sehingga terbentuk jalinan hati.
    3. Bacalah mereka (siswa), dengan memperhatikan perilaku, sikap dan informasi lain tentang keadaan siswa sekarang. Guru dapat minta tanggapan siswa tentang pengaruh pelajaran, pemikiran dan dampak yang ditimbulkannya, sehingga guru dapat mengidentifikasi kebutuhan siswa dan menyesuaikan bahan pelajaran.
    4. Targetkan kondisi siswa, maksudnya guru menargetkan kondisi siswa untuk menyiapkan mereka mencapai sukses belajar. Tetapkan target untuk setiap kegiatan belajar. Upayakan kondisi siswa mencapai kondisi target.
    5. Capailah modalitas mereka, melalui bahasa, suara, gerak dan jenis kegiatan yang melibatkan modalitas belajar siswa (auditorial, visual dan kinestetik)
    6. Manfaatkan ruangan, kelas sebagai panggung orkestra pembelajaran di kelas. Manfaatkan berbagai ruang di kelas sebagai tempat penyajian, bercerita, umpanbalik, instruksi awal dan pertemuan
    7. Bersikaplah ikhlas, maksudnya guru dalam menyampaikan pesan terbuka, jujur dan adil secara tulus dan ikhlas.
  1. Fasilitasi yang fleksibel (flexible facilitation);
Bagaimana cara guru mempermudah kesiapan dan kemampuan siswa dalam  belajar ? Seperti yang dibahas pada halaman depan tentang interaksi, QT menempatkan prioritas tinggi terhadap interaksi dalam lingkungan belajar. Jika interaksi tidak berjalan seperti yang diharapkan, maka siswa belajar di dalam kelas mengalami situasi jenuh, berulang kali menatap jam dinding atau arlojinya, seolah-olah saat itu mereka telah belajar lebih banyak
  1. Keterampilan belajar
Apa pun mata pelajarannya, siswa dapat belajar lebih cepat dan efektif, jika mereka menguasai keterampilan berikut ini:
  • Konsentrasi terfokus 
  • Cara mencatat yang efektif
  • Mengorganisasi belajar untuk tes 
  • Membaca dengan cepat 
  • Teknik mengingat
Selain lima keterampilan belajar di atas, guru perlu mengidentifikasi gaya belajar masing-masing siswa, agar guru dapat membantu siswa memaksi-malkan gaya belajar mereka masing-masing. Untuk mengidentifikasi gaya belajar siswa, dapat menggunakan contoh instrumen terlampir. Dalam kenyataannya, setiap siswa memiliki ketiga gaya belajar tersebut, tetapi hanya satu gaya yang dominan. Pada bagian akhir, siswa dilatih membuat model “peta pikiran” (mind mapping), untuk mengkonstruksi pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa seperti contoh pada gambar 5 di bawah ini
d. Kecakapan hidup (lifeskills)
Melatih kecakapan hidup kepada siswa, intinya adalah melatih siswa membina dan memelihara hubungan dengan orang lain di sekolah. Dalam konteks QT, melatih kecakapan hidup didefinisikan melatih siswa memiliki kemampuan “Hidup di Atas Garis” atau “berkemampuan untuk menanggapi”. Kita menyadari bahwa, setiap orang pasti mempunyai ‘masalah’ dalam kehidupannya. Oleh karena itu, siswa diarahkan untuk menghadapi masalah hidup dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari solusi pemecahannya. Pemikiran di atas garis berujung pada kebebasan yang lebih besar. Siswa tidak hanya berpangku tangan dan menyerah karena kegagalan., tetapi menggunakan pengalamannya (kecakapan hidup) untuk menggerakkan diri menuju sukses. Filosofinya, dari pada dikendalikan keadaan, lebih baik kita menentukan tindakan kita sendiri.  


DAFTAR PUSTAKA

Dahar, Ratna Wilis, 2001,Teori-teori Belajar, Cetakan ke tiga, Erlangga, Jakarta

Departemen Pendidikan Nasional, 2002, Program Pembangunan Nasional & Rencana Strategis Pendidikan Nasional Tahun 2000-2004, Ditjen Dikdasmen, Jakarta

_________________,2002, Pendekatan Kontekstual (Contexrual Teaching and Learning (CTL), Dit.PLP, Ditjen Dikdasmen, Jakarta

Dryden, Gordon & Vos, Jeannette, 2003, The Learning Revolution (Terjemahan) Cetakan VII, Penerbit Kaifa, bandung

Goleman, Daniel, 2003, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi, Cetakan V, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Meier, Dave, 2003, The Accelerated Learning (Terjemahan), Kaifa, Bandung

Nasution S, 2000, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, Cetakan ke tujuh, PT Bumi Aksara, Bandung

Pidarta, Made, 2000, Landasan Kependidikan, Cetakan ke dua, PT Rineka Cipta, Jakarta

Porter, Bobbi de, et al, 2003, Quantum Learning, Terjemahan, Cetakan XVIII, Kaifa, Bandung

Porter, Bobbi de, et al, 2003, Quantum Teaching, Terjemahan, Cetakan XIII, Kaifa, Bandung

Santoso, AM Rukky, Right Brain,  2002, Terjemahan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Slavin, Robert E, 1995, Cooperative Learning Theory, Research and Practise, Allyn & Bacon A simon & Schuster Company, Second Edition, Singapore

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, 2003, Lembaran Negara . Jakarta

Zamroni, 2003, Pendidikan untuk Demokrasi, Bigraf Publishing, Yogyakarta

SEMOGA BERMANFAAT!!

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar