4 Kasus Berkaitan dengan Rokok yang Diadili MK

Diposting oleh Unknown on Selasa, 17 April 2012



Jakarta Tembakau dan rokok terus menjadi perdebatan tiada akhir. Jika selama ini merokok hanya menjadi masalah kesehatan dan etika semata, belakangan menjadi masalah serius yaitu masalah hukum.

Oleh karena menjadi masalah hukum, langkah hukum pun mewarnai dunia peradilan Indonesia dalam mengatur rokok. Berikut 4 putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas polemik rokok dalam catatan detikcom, Rabu (18/4/2012):

1. Iklan Rokok

Pada 11 September 2009, MK menolak permohonan Komnas Anak terhadap uji materiil UU Penyiaran tentang larangan iklan rokok. MK berpendapat bahwa rokok merupakan produk legal sebagaimana produk lainnya, sehingga iklan produk rokok juga merupakan kegiatan yang legal. MK juga berpendapat pelarangan iklan rokok justru melanggar HAM.

Namun, sikap MK tidak bulat. Sebab, 4 dari 9 hakim konstitusi berseberangan pendapat. Mereka yaitu Maruarar Siahaan, M. Alim, Ahmad Sodiki, dan Harjono. Keempat hakim itu menyatakan bahwa larangan iklan rokok itu bisa dikabulkan karena rokok bisa merusak masa depan anak.

2. Rokok Adalah Zat Adiktif

Pada 1 November 2011, MK menolak permohonan uji materi terhadap Pasal 113 UU Kesehatan No 36/2009 tentang tembakau sebagai zat adiktif. MK menolak pencabutan pasal tersebut dengan alasan, penyebutan secara spesifik tembakau sebagai zat adiktif bukanlah bentuk diskriminasi, dengan alasan, tembakau bukanlah subyek hukum, melainkan obyek hukum.

3. Bungkus Rokok Harus Bergambar Efek Bahaya Rokok

Pada hari yang sama, MK menghilangkan kata 'dapat' dalam penjelasan Pasal 114 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Dengan dihapuskannya kata 'dapat' tersebut, maka setiap kemasan atau bungkus rokok harus diberi peringatan berbentuk tulisan dan juga gambar.

4. Tempat Khusus Merokok

Pada 17 April 2012, MK menguji penjelasan pasal 115 ayat 1 UU Kesehatan No 36/2009. Awalnya pasal tersebut berbunyi "khusus bagi tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya 'dapat' menyediakan tempat khusus untuk merokok". MK lalu menghapus kata 'dapat', sehingga kini bunyi penjelasan pasal tersebut yaitu "khusus bagi tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya menyediakan tempat khusus untuk merokok".

Dengan putusan ini, maka pengelola gedung wajib menyediakan ruang khusus untuk merokok.

via detik.com

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar